Asal Usul Burung Ruai
Suku Dayak
Iban
Pada zaman dahulu kala di daerah Kalimantan Barat,
tepatnya di pendalaman perbatasan Malaysia yang dihuni oleh Suku Dayak Iban,
telah terjadi peristiwa yang sangat menakjubkan untuk diketahui dan menarik
untuk dikaji, sehingga peristiwa itu diangkat ke permukaan bumi.
Menurut cerita masyarakat bahwa di daerah
tersebut terdapat rumah panjang, letaknya tidak jauh dari Air Terjun yang
berdampingan dengan Gunung Ruai. Di dalamnya terdapat banyak aliran sungai
kecil yang di dalamnya terdapat banyak ikan dan gua tersebut dihuni oleh
seorang kakek penunggu gua yang boleh dikatakan sakti.
Cerita ini dimulai dengan seorang kepala suku yang
memerintah pada rumah panjang di atas dan mempunyai tujuh orang putri, ayahnya
Si Keling itu tidak mempunyai lagi istri sejak meninggal ketujuh putri-putrinya.
Di antara ketujuh putri-putrinya tersebut ada satu orang putri yang bernama Keling
atau Si Bungsu. Si Keling mempunyai budi pekerti yang baik, rajin, suka
menolong dan taat pada orang tua, oleh karena itu tidak heran, sang ayah sangat
menyayanginya. Lain pula halnya dengan keenam kakak-kakak Si Keling,
perilakunya sangat berbeda jauh dengan Si Keling, keenam kakak-kakaknya
mempunyai hati yang jahat, iri hati, dengki, suka membantah orang tua, dan
malas bekerja. Setiap hari yang dikerjakannya hanya bermain-main saja.
Dengan kedua latar belakang inilah, maka sang
ayah menjadi pilih kasih terhadap
putri-putrinya. Hampir setiap hari keenam kakak-kakak Si Keling dimarahi oleh
ayahnya, sedangkan Si Keling sangat dimanjakan oleh ayahnya. Melihat perlakuan
inilah maka keenam kakak-kakak Si Keling menjadi dendam, bahkan benci terhadap
adik kandungnya sendiri, maka bila ayahnya tidak ada di tempat, sasaran sang
kakak-kakak Si Keling adalah melampiaskan dendam kepada Si Keling dengan
memukul habis-habisan tanpa ada rasa kasihan sehingga tubuh Si Keling menjadi
kebiru-biruan dan karena takut dipukuli lagi oleh kakak-kakak Si Keling menjadi
takut dengan kakaknya.
Untuk itu segala hal yang diperintahkan kakaknya
mau tidak mau Si Keling harus menurut seperti: mencuci pakaian kakak-kakaknya,
membersihkan rumah dan halaman, memasak, mencuci piring, bahkan yang paling
mengerikan lagi, Si Keling biasa disuruh untuk mendatangkan beberapa orang
taruna muda untuk teman/menemani kakak-kakaknya yang enam orang tadi. Semua
pekerjaan hanya dikerjakan Si Keling sendirian sementara ke enam orang kakak-kakaknya
hanya bersenda gurau saja.
Sekali waktu pernah akibat perlakuan keenam kakak-kakaknya
itu terhadap Si Keling diketahui oleh ayah dengan melihat tubuh Si Keling yang
biru karena habis dipukuli, tetapi takut untuk mengatakan yang sebenarnya pada
sang ayah dan bila sang ayah menanyakan peristiwa yang menimpa Si Keling kepada
keenam kakak-kakaknya itu, maka keenam orang kakak-kakaknya tersebut membuat
alasan-alasan yang menjadikan sang ayah percaya seratus persen bahwa tidak
terjadi apa-apa. Salah satu yang dibuat alasan sang kakak adalah sebab badan Si
Keling biru karena Si Keling mencuri pepaya tetangga, kemudian ketahuan dan
dipukuli oleh tetangga tersebut. Karena terlalu percayanya sang ayah terhadap
cerita dari sang kakak maka sang ayah tidak memperpanjang permasalahan
dimaksud.
Begitulah kehidupan Si Keling yang dialami
bersama keenam kakak-kakaknya itu, meskipun demikian Si Keling masih bersikap
tidak menghadapi perlakuan keenam kakak-kakaknya itu, kadang-kadang Si Keling menangis
tersedu-sedu menyesali dirinya mengapa ibunya begitu cepat meninggalkannya. Sehingga
ia tidak dapat memperoleh perlindungan. Untuk perlindungan dari sang ayah boleh
dikatakan masih sangat kurang. Karena ayahnya sibuk dengan urusan kerajaan dan
urusan pemerintahan.
Setelah mengalami hari-hari yang penuh
kesengsaraan, maka pada suatu hari berkumpullah seluruh penghuni istana untuk
mendengarkan berita bahwa sang raja akan berangkat ke kerajaan lain untuk lebih
mempererat hubungan kekerabatan diantara mereka selama satu bulan. Ketujuh anak
putrinya tidak ketinggalan untuk mendengarkan berita tentang kepergian ayahnya
tersebut. Pada pertemuan itu pulalah diumumkan bahwa kekuasaan sang ayah selama
satu bulan itu dilimpahkan kepada Si Keling , yang penting bila sang ayah tidak
ada di tempat, maka masalah-masalah yang berhubungan dengan rumah panjang harus
minta petunjuk terlebih dahulu dari Si Keling. Mendengar berita itu, keenam
kakak-kakaknya terkejut dan timbul ada niat masing-masing di dalam hati kakak-kakaknya
untuk melampiaskan rasa dengkinya, bila sang ayah sudah berangkat nanti. Serta ada
timbul dalam hati masing-masing kakaknya mengapa kepercayaan ayahnya
dilimpahkan kepada Si Keling bukan kepada mereka.
Para prajurit berdamping dalam keberangkatan sang
ayah sangat sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maka pada keesokan
harinya berangkatlah sang ayah dengan bendera dan kuda yang disaksikan oleh
seluruh rakyat rumah panjang dan dilepas oleh ketujuh orang putri-putrinya.
Keberangkatan sang ayah sudah berlangsung satu
minggu yang lalu. Maka tibalah saat-saatnya yang dinantikan oleh keenamnya
kakak-kakak Si Keling untuk melampiaskan nafsu jahatnya yaitu ingin memusnahkan
Si Keling supaya tidak tinggal lagi bersama kakak-kakaknya yang jahat itu dan
bila perlu Si Keling harus dibunuh atau meninggal dunia untuk selama-lamanya.
Tanda-tanda ini diketahui oleh Si Keling lewat mimpinya yang ingin dibunuh oleh
kakak-kakaknya pada waktu Si Keling tidur malam.
Setelah kakak-kakak Si Keling mengadakan
perundingan dan rencana itu pun sudah matang mereka rencanakan, pada suatu
siang keenam kakak-kakak Si Keling memanggil Si Keling, apakah yang
dilakukannya?. Ternyata keenam kakaknya mengajak Si Keling untuk mencari ikan
(menangguk) di sungai. Padahal dalam ajakan itu terselip sebuah balas dendam
kakak-kakaknya terhadap Si Keling, tetapi Si Keling tidak menduga hal itu sama
sekali akan terjadi.
Tanpa berpikir panjang lagi, maka berangkatlah
ketujuh orang putri tersebut pada siang itu, dengan masing-masing membawa
tangguk dan sampailah mereka bertujuh di tempat yang akan mereka rencana atau
untuk lokasi menangguk yaitu gua tersebut. Si Keling disuruh masuk terlebih
dahulu ke dalam gua, baru diikut oleh keenam kakak-kakaknya. Setelah mereka
semua masuk, Si Keling disuruh berpisah-pisah dalam mencari ikan atau menangguk
supaya mendapatkan lebih banyak ikan dan ia tidak bahwa ia akan di bunuh oleh
kakak-kakaknya itu.
Si Keling sudah berada jauh di dalam gua,
sedangkan kakak-kakaknya masih saja di muka gua dan mendoakan supaya Si Keling
tidak dapat menemukan jejaknya untuk pulang nanti. Keenam kakak-kakaknya itu
tertawa terbahak-bahak sebab Si Keling tidak dapat pulang. Suasana di dalam gua
itu gelap gulita membuat Si Keling membuat habis akal dan untuk mencari akal
untuk keluar dari gua yang gelap gulita itu. Tidak lama kemudian keenam
kakak-kakaknya itu pulang menuju rumah.
Merasa bahwa Si Keling telah dipermainkan oleh
kakak-kakaknya tadi, maka tinggallah seorang diri Si Keling di dalam gua yang
gelap gulita itu. Dan Si Keling duduk di atas batu aliran sungai lalu Si Keling
meratapi nasibnya yang telah ditinggal pergi oleh kakak-kakaknya. Si Keling
hanya dapat menangis siang dan malam sebab tidak ada satu makhluk yang dapat
menolong Si Keling di dalam gua yang gelap gulita itu, serta keadaan yang gelap
gulita itu itu ikan yang kian kemari berenang di aliran sungai didekat batu.
Bagaimana nasib Si Keling? Tanpa terasa Si Keling
berada dalam ga itu tujuh hari tujuh malam. Tidak lamanya, namun nasib Si
Keling masih belum bisa pulang. Tepatnya sudah hari ketujuh Si Keling belum
juga pulang ke rumah masih berada di dalam gua yang gelap gulita itu. Tanpa
tidak disangka-sangka terjadillah peristiwa yang sangat menakutkan di dalam gua
yang gelap gulita itu, suara gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin
merobohkan gua batu itu. Si Keling pun hanya bisa menangis dan menjeri-jerit untuk
menahan rasa takutnya itu. Maka pada saat itu dengan disertai bunyi yang
menggelegar muncullah seorang kakek penunggu gua yang sakti dan berada tepat di
hadapan Si Keling, lalu Si Keling pun terkejut melihatnya, tidak lama kemudian
kakekn itu berkata, “Sedang apa kamu disini, cucuku?” Tanya Si Kakek lembut.
“Saya tersesat dan tidak bisa keluar dari tempat ini kek,” jawab Si Keling
ketakutan karena mengira Si Kakek adalah hantu penunggu gua. Kenapa engkau
berani memasuki gua ini sendirian?” Tanya Si Kakek lagi. Lalu Si Keling pun
menjawab”, Saya ditinggalkan oleh kakak-kakak saya, kek!”, maka Si Keling pun
menangis ketakutan sehingga air matanya tidak berhenti keluar terus, tanpa
diduga-duga pada saat itu dengan kesaktian kakek tersebut titik-titik air mata
Si Keling secara perlahan-lahan berubah menjadi telur-telur putih yang besar dan
banyak jumlahnya, kemudian Si Keling pun telah diubah bentuknya oleh Si kakek
sakti menjadi seekor burung yang indah bulu-bulunya. Selain wujud fisik Si
Keling yang menjadi burung, butir-butir air matanya yang jatuh ke tanah juga
diubah menjadi telur-telur besar berwarna putih. Si Keling masih bisa berbicara
seperti manusia pada saat itu, lalu kakek itu berkata lagi, “Cucuku aku akan
menolong kamu dari kesengsaraan yang nasib menimpa hidupnya, tapi dengan cara
engkau telak aku udah menjadi seekor burung dan kamu akan beri nama Burung
Ruai, apabila aku telah hilang dari pandanganmu maka eramlah telur-telur itu
supaya jadi burung-burung sebagai teman-temanmu yang setia!,” kata Si Kakek
sebelum menghilang dari pandangan Si Keling. Sejurus setelah Si Kakek
menhilang, Si Keling yang sudah menjadi burung dan tidak dapat berbicara
seperti manusia lagi segera mengerami telur-telurnya. Beberapa hari kemudian
telur-telur itu pun mulai menetas dan secara ajaib tumbuh menjadi burung-burung
ruai berukuran sama seperti Si Keling. Mereka terbang keluar gua dan menuju
rumah panjang. Di sana mereka melihat para kakak-kakak Si Keling sedang
mendapatkan hukuman karean dianggap lalai menjaga keselamatan Si Keling. Setelah
dewasa, burung-burung ruai itu meninggalkan gua dan bertengger di atas pohon
itulah. Dari aatas pohon itulah, Si Keling mmenyaksikan keenam kakak-kakaknya
yang dihukum oleh ayahnya karena telah mencelakai Si Keling. Kemudian secara spontan
Si Keling telah berubah menjadi seekor burung dengan menjawab pembicaraan kakek
sakti itu dengan jawaban kwek… kwek… kwek… kwek. Bersamaan dengan itu kakek
sakti itu menghilang bersama asap dan burung ruai yang sangat banyak jumlahnya
dan pada saat itu pula burung-burung itu pergi meninggalkan gua batu itu dan
hidup di pohon depan tempat tinggal Si Keling dahulu dengan bersuara kwek…
kwek… kwek… kwek… kwek. Mereka menyaksikan kakak-kakak Si Keling yang dihukum
oleh ayahnya karena telah membunuh. Dan sang ayah yang mendengar hal itu
langsung memasang wajah penuh amarah terhadap keenam anaknya yang telah tega
membuat kebohongan yang besar. Dengan nada penuh amarah sang ayah langsung
memberi hukuman kepada keenam anaknya yaitu diasingkan salam satu tahun di
tujuh Akhirnya rencana tempat yang yang saling berjauhan untuk menyesali semua
perbuatan mereka. Sementara itu Si Keling merasa tugasnya sudah selesai
langsung berubah menjadi seekor burung dan pergi meninggalkan ayah, kakak dan
semua orang yang ada di dalam istana, karena tempat ia hilang itu berada di
daerah ruai maka ia pun di kenal dengan nama burung ruai. Kakak-kakak Si Keling
tidak berhasil membunuh Si Keling. Kakak-kakak Si Keling menyesali perlakuan
dengan perbuatan yang akan dilakukan
pada Si Keling. Mereka menangis siang dan malam atas perbuatan yang mereka
lakukan.
Demikian cerita Asal Mula Burung Ruai dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pesan moral yang dapat kita petik dari cerita di
atas adalah sifat iri hati dapat membuat seseorang melakukan tindakan
semena-mena terhadap saudara sendiri atau saudara kandung sendiri. Orang yang
memiliki sifat iri dan perilaku jahat dan suka menganiaya saudara kandung
sendiri atau orang lan pasti akan menerima balasannya atau karma yang akan
berlaku pada seseorang yang jahat. Hal ini terjadi kepada keenam kakak-kakak Si
Keling, karena kakak-kakak sedangkan
kakak-kakak Si Keling hanya duduk-duduk di atas bangku, suka iri hati kepada Si
Keling, pemalas, mempunyai hati yang suka balas dendam, dengki, mereka pun
mendapat hukuman dari sang ayah, mempunyai hati yang jahat, iri hati, dengki,
suka membantah orang tua, dan malas bekerja. Setiap hari yang dikerjakannya
hanya bermain-main saja.
Setelah kejadian yang menimpa Si Keling dan
mengubahnya menjadi seekor burung Ruai di gua batu yang gelap gulita itu, maka
gua di mana terdapat batu itu di sebut Burung Ruai sampai sekarang ini orang
lagi menyebutnya dan dan dikenang selalu nama Burung Ruai ini akan terlihat
dengan bentuknya yang memanjang. Bulu-bulunya cantik dan Burung Ruai ini
dilindungi oleh masyarakat sekitarnya. Bulunya diambil untuk jadi hiasan untuk
menari, acara-acara besar, gawai dayak, menyambut tamu, upacara adat, syukuran
atau berkat rumah, pernikahan. Bulu-bulunya dibuat anyaman,jadikan kalung.
BAHASA IBU DALAM BAHASA
SUKU DAYAK
Pada zaman dulok
kala di daerah Kalimantan Barat tok, tepatnya di pendalaman bersenentang
Malaysia yang dihuni oleh Suku Dayak Iban, telah tejadi pehistiwa yang telah
menakutkan kami untuk diketau dan menarik untuk dikaji, sehingga pehistiwa tok yang
diangkat ke permukaan bumi.
Menuhut cehita
masyarakat bahwa di daerah tok ditemu humah panjang, letak ya na jauh dahi Aek
Tehejun yang bersempiak dengan Gunung Ruai. Di dalam yak ditemu banyak mate aek
yang di dalam yak terdapat banyak ikan-ikan senek dan gua ya dihuni uleh sentua
akek penunggok gua yang dipadah sakti.
Cehita tok
dimulai dengan kepala suku yang memehintah pada humah panjang di atas tok ia
mempunyai tujoh uhang anak betina, apak Si Keling ya na bisex lagi bini sejak
di tulak mati ia nulak ketujoh-tujoh anak-anak ya. Diantaha ketujoh-tujoh
anak-anak ya bisex seuhang anak ya yang bungsu nama ya Keling. Keling ya
mempunyai sifat yang budi pekeheti yang bait, hajin, suka menulung dan taat
pada uhang tua, uleh karena itu tidak heran, sang apak sangat gauk dengan Si
Keling. Lain pula dengan hal ya dengan keenam akak-akak Si Keling, sifat ya
sangat behubah jauh dengan Si Keling, keenam akak-akak Si Keling yang mempunyai
jat, jat ati, dengki, maok membantah uhang tua, dan lugung. Setiap ahi yang
dikehejakan hanya bemain-main magang.
Dengan kedua
latah belakang tok, maka sang apak menjadi pileh kaseh dengan anak-anak ya.
Ampih setiap ahi keenam akak-akak Si Keling dibihang magang uleh apak ya, sedangkan
Si Keling sangat digauk uleh apak ya. Ngeliat perlakuan tog lah maka keenam
akak-akak Si Keling menjadi dendam, bahkan bencek dengan menyadek kandung ya
kedihek, maka bila apak ya na bisek di humah, sasaran sang akak-akak Si Keling
adalah melampiaskan dendam kepada Si Keling dengan memukul abis-abisan tanpa bisek
pehasaan kasihan sama sekali sehingga tuboh Si Keling menjadi bengkak dan
kehena takut dipukuli lagek uleh akak-akak Si Keling menjadi takut dengan
akak-akak ya.
Untuk tok segala hal yang dipehinta ya akak ya
mau na mau Si Keling hauh menuhut seperti: mencuci amboh akak-akak ya, meheseh
humah dan halaman, mehapi, nyuci pigang,
bahkan yang paling mengerikan lagek, Si Keling biasa disuhoh untuk mendatangkan
bebehapai uhang taruna muda untuk teman/menemani akak-akak ya yang enam uhang
tedek. Semua pekehejaan hanya dikehejakan uleh Si Keling kedihek sementaha keenam
uhang akak-akak ya hanya tau bersenda gurau magang.
Sekali waktu pernah akibat perlakuan keenam
akak-akak ya tok tehadap Si Keling
diketau uleh apak dengan ngeliat tuboh Si Keling yang bihu ya kehena abis
dipukuli, tetapi takut untuk mengatakan yang sebehenah ya pada sang apak dan
bila sang apak menanyakan pehistiwa yang menimpa Si Keling kepada keenam akak-akak
ya tok, maka keenam uhang akak-akak ya tok membuat alasan-alasan yang
menjadikan sang apak pecayak sehatus persen bahwa na tejadi apai-apai. Salah
satu yang dibuat alasan sang akak adalah sebab tuboh Si Keling bihu kehena Si
Keling mencuhi pepaya tetangga, kemudian di ketau dan dipukuli uleh tetangga
tok. Kehena telalu pecayak sang apak tehadap cehita dahi sang akak-akak maka
sang apak na mempehanjang permasalahan yang dimaksud tok.
Begitulah kehidupan Si Keling yang
dialami bersama keenam akak-akak ya tok, meskipun demikian Si Keling masih
bersikap na menghadapi perlakuan keenam akak-akak ya tok, kadang-kadang Si
Keling menangis tersedu-sedu menyesali dihi ya mengapa umak ya begitu cepat menulak
kan ya. Sehingga ia na dapat memperoleh perlindungan. Untuk perlindungan dahi
sang apak boleh dipadah masih sangat kuhang. Karena apak ya sibuk dengan uhusan
humah panjang dan uhusan pemehintahan.
Setelah mengalami ahi-ahi yang penuh
kesengsaraan, maka pada suatu ahi berkumpullah seluruh penghuni humah panjang
untuk mendengarkan behita bahwa sang apak Si Keling akan behangkat keluah humah
panjang yang lain untuk lebeh mempererat hubungan kekehabatan di antaha sidak selama
satu bulan. Ketujoh anak-anak ya na ketinggalan untuk mendengarkan behita
tentang kepergian apak ya tok. Pada pertemuan tog pulalah diumumkan bahwa
kekuasaan sang apak selama satu bulan itu dilimpahkan kepada Si Keling, yang
penting bila sang apak na bisek di
humah, maka masalah-masalah yang behubungan dengan humah panjang maka hahu
minta petunjuk telebeh dulok dahi Si Keling. Mendengar behita tok, keenam akak-akak
ya tekejut dan timbul bisek niat masing-masing di dalam ati akak-akak ya untuk
melampiaskan hasa dengki ya, bila sang apak sudah lesi nanak. Serta bisek timbul
dalam ati masing-masing akak-akak ya mengapa kepercayaan apak ya dilimpahkan
kepada Si Keling bukan kepada sidak.
Para pehajuhit besamping dalam lesi sang apak yang
sangat sibuk untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Maka pada keesokan ahi ya lesi
lah sang apak dengan bendeha dan kuda yang disaksikan uleh seluruh hakyat humah
panjang dan dilepas uleh ketujoh uhang anak-anak ya.
Kebehangkatan sang apak sudah belangsung satu
minggu yang lalu. Maka tibalah saat-saatnya yang dinantikan uleh keenamnya akak-akak
Si Keling untuk melampiaskan nafsu jat ati ya yaitu ingin memusnahkan Si Keling
supaya na tinggal lagek besama-sama akak-akak ya yang jat ati ya dan bila
pehelu Si Keling hahu dibunoh atau nulak untuk selama-lamanya. Tanda-tanda tok
diketau uleh Si Keling lewat mimpinya yang ingin dibunoh uleh akak-akak ya pada
waktu Si Keling tiduh malam.
Setelah akak-akak Si Keling mengadakan pehundingan
dan hencana tok pun sudah matang sidak hencanakan, pada suatu siang ahi keenam
akak-akak Si Keling memanggil Si Keling, apakah yang nuan lakukan?. Ternyata
keenam akak-akak ya mengajak Si Keling untuk ngegak ikan (memansai) di sungai.
Padahal dalam ajakan tok terselip sebuah balas dendam akak-akak ya tehadap Si
Keling, tetapi Si Keling na menduga hal tok sama sekali akan tejadi.
Tanpa bepikih panjang lagek, maka lesi lah
ketujoh uhang anak-anak ya tok pada siang tok, dengan masing-masing membawa pansai
dan sampailah mereka betujoh di tempat yang akan sidak hencana atau untuk
lokasi memansai yaitu gua tok. Si Keling disuhoh masuk telebeh dulok ke dalam
gua, bahok diikuti uleh keenam akak-akak ya. Setelah sidak semua masuk, Si
Keling disuhoh bepisah-pisah dalam ngegak ikan atau memansai ikan supaya
mendapatkan lebeh banyak ikan dan ia na bisek bahwa ia akan di bunoh uleh
akak-akak ya tok.
Si Keling sudah behada jauh di dalam gua,
sedangkan akak-akak ya masih magang di muka gua dan mendoakan supaya Si Keling na
dapat nemukan jejak untuk pulang nanak. Keenam akak-akak ya tok tertawa tebahak-bahak
sebab Si Keling na dapat pulang ke humah lagek. Suasana di dalam gua tog gelap
gulita dan sunyek sepenge membuat Si Keling membuat abis akal dan untuk ngegak
akal untuk keluah dahi gua yang gelap gulita tog. Na lama kemudian keenam
akak-akak ya tok pulang menuju humah panjang.
Mehasa bahwa Si Keling telah dipermainkan uleh
akak-akak ya tedek, maka tinggallah seuhang dihik Si Keling di dalam gua yang
gelap gulita tog. Dan Si Keling duduk di atas batu aliran sungai lalu Si Keling
meratapi nasib ya yang telah ditulak lesi uleh akak-akak ya. Si Keling hanya
dapat menangis siang dan malam sebab na bisex satu makhluk yang dapat menulung
Si Keling di dalam gua yang gelap gulita tok, serta keadaan yang gelap gulita
tok ikan yang kian kemari berenang di aliran sungai didekat batu tok.
Bagaimana nasib Si Keling? Tanpa tehasa Si Keling
behada dalam gua tok tujoh ahi tujoh malam. Na lama, namun nasib Si Keling
masih belum bisa pulang. Tepatnya udah ahi ketujoh Si Keling belum juga pulang
ke humah masih behada di dalam gua yang gelap gulita tok. Tanpa na
disangka-sangka tejadillah pehistiwa yang sangat menakutkan di dalam gua yang
gelap gulita tok, suaha gemuruh menggelegar-gelegar sepertinya ingin merubuhkan
gua batu tok. Si Keling pun hanya bisa menangis dan menjerit-jerit untuk menahan
hasa takutnya itu. Maka pada saat itu dengan disertai bunyi yang menggelegar
muncullah sentua akek penunggok gua yang sakti dan behada tepat di hadapan Si
Keling, lalu Si Keling pun terkejut ngeliat ya, na lama kemudian sentua akek
tok berkata, “Sedang apa kamu disini, cucuku?” Tanya Si Kakek lembut. “Saya
tersesat dan na bisa keluah dahi tempat tok kek,” jawab Si Keling ketakutan
kehena mengira Si Kakek adalah hantu penunggok gua tok. Kenapa engkau behani
memasuki gua ini kedihek?” Tanya Si sentua akek lagek. Lalu Si Keling pun
menjawab”, Saya ditinggalkan uleh akak-akak saya, kek!”, maka Si Keling pun
menangis ketakutan sehingga aek mata ya na behenti keluah tehus, tanpa
diduga-duga pada saat tok dengan kesaktian sentua akek tok titik-titik aik mata
Si Keling secara perlahan-lahan behubah menjadi teluh-teluh puteh yang besai
dan banyak jumlahnya, kemudian Si Keling pun telah diubah bentuk ya uleh sentua
akek sakti menjadi seekor buhung yang indah bulu-bulunya. Selain wujud fisik Si
Keling yang menjadi buhung, butih-butih aik mata ya yang jatuh ke tanah juga
diubah menjadi teluh-teluh besai bewahna puteh. Si Keling masih bisa berbicara
seperti manusia pada saat tok, lalu sentua akek tok berkata lagek, “Cucuku aku
akan menulung kamu dahi kesengsaraan yang menimpa nasib hidup ya, tapi dengan
caha engkau telah aku udah menjadi seekor buhung dan kamu akan di behi nama
Buhung Huai, apabila aku telah hilang dahi pandanganmu maka eramlah teluh-teluh
itu supaya jadi buhung-buhung sebagai teman-temanmu yang setia!,” kata Si Kakek
sebelum menghilang dahi pandangan Si Keling. Sejurus setelah Si Kakek menghilang,
Si Keling yang sudah menjadi buhung dan na dapat berbicaha seperti manusia
lagek segera mengerami teluh-teluh ya. Bebehapa ahi kemudian teluh-teluh tok
pun mulai menetas dan secara ajaib tumboh menjadi buhung-buhung huai berukuran
sama seperti Si Keling. Mereka tehebang keluah gua dan menuju humah panjang. Di
sana mereka ngeliat para akak-akak Si Keling sedang mendapatkan hukuman kehena
dianggap lalai menjaga keselamatan Si Keling. Setelah dewasa, buhung-buhung
huai tok nulak gua dan bertengger di atas pohon tok lah. Dahi atas pohon tok
lah, Si Keling menyaksikan keenam akak-akak ya yang dihukum uleh apak ya kehena
telah mencelakai Si Keling. Kemudian secaha spontan Si Keling telah behubah
menjadi seekor buhung dengan menjawab pembicaraan sentua akek yang sakti tok
dengan jawaban kwek… kwek… kwek… kwek. Bersamaan dengan tok sentua akek yang
sakti tok menghilang besama asap dan buhung huai yang sangat banyak jumlahnya
dan pada saat tok pula buhung-buhung tok lesi nulak gua batu tok dan hidup di
pohon depan tempat tinggal Si Keling dulok dengan bersuaha kwek… kwek… kwek…
kwek… kwek. Sidak menyaksikan akak-akak Si Keling yang dihukum uleh apak ya
karena telah membunoh. Dan sang apak yang mendengar hal tok langsung memasang
wajah penuh bihang tehadap keenam anak-anak ya yang telah tega membuat
kebohongan yang besai. Dengan nada penuh bihang sang apak langsung membehek
hukuman kepada keenam anak-anak ya yaitu diasingkan selama satu tahun di tujoh.
Akhih ya hencana tempat yang yang saling bejauhan untuk menyesali semua
perbuatan sidak. Sementaha tok Si Keling mehasa tugas ya udah selesai langsung
behubah menjadi seekor buhung dan lesi nulak apak ya, akak dan semua uhang yang
bisex di dalam humah panjang, kehena tempat ia hilang tok behada di daerah huai
maka ia pun di kenal dengan nama buhung huai. Akak-akak Si Keling na behasil
membunoh Si Keling. Akak-akak Si Keling menyesali perlakuan dengan perbuatan
yang akan dilakukan pada Si Keling.
Sidak menangis siang dan malam atas perbuatan yang mereka lakukan.
Demikian cehita Asal Mula Buhung Huai dahi Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pesan mural yang dapat kita petik dari cehita di
atas adalah sifat jat ati dapat membuat seuhang melakukan tindakan semena-mena
terhadap menyadek kedihek. Uhang yang memiliki sifat jat ati dan perilaku jat
dan maok menganiaya menyadek kedihek atau uhang lain pasti akan menehima
balasan ya atau karma yang akan belaku pada seuhang yang jat ati. Hal tok
tejadi kepada keenam akak-akak Si Keling, kehena akak-akak sedangkan akak-akak
Si Keling hanya duduk-duduk di atas bangku, suka jat ati kepada Si Keling,
lugung, mempunyai ati yang maok balas dendam, dengki, sidak pun mendapat
hukuman dahi sang apak, mempunyai ati yang jat, jat ati, dengki, maok membantah
uhang tua, dan lugung. Setiap ahi yang dikehejakan akak-akak Si Keling hanya
bemain-main magang.
Semoga cerita ini bisa membantu dan bermanfaat untuk anda. kritik dan sarannya sangat saya apresiasikan, akhir kata saya ucapkan banyak terimakasih atas kunjungan anda di blog saya. salam semangat by Diana Handayani